APAKAH TUHAN BETUL-BETUL ADA? BAGAIMANA SAYA TAHU BAHWA TUHAN ITU BETUL-BETUL ADA? 22.21

Pertanyaan: Apakah Tuhan betul-betul ada? Bagaimana saya tahu bahwa Tuhan itu betul-betul ada?

Jawaban: Kita tahu bahwa Tuhan betul-betul ada karena Dia telah menyatakan diriNya kepada kita dengan tiga cara: dalam penciptaan, melalui firmanNya dan dalam diri AnakNya, Yesus Kristus.


Bukti paling dasar dari keberadaan Tuhan adalah apa yang telah Dia ciptakan. “Sebab apa yang tidak nampak dari pada-Nya, yaitu kekuatan-Nya yang kekal dan keilahian-Nya, dapat nampak kepada pikiran dari karya-Nya sejak dunia diciptakan, sehingga mereka [orang-orang yang tidak percaya] tidak dapat berdalih” (Roma 1:20). “Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya” (Mazmur 19:2).

Kalau saya menemukan sebuah jam tangan di tengah lapangan, saya tidak akan menganggap bahwa jam tangan tsb “muncul” begitu saja, atau memang sudah ada dengan sendirinya. Berdasarkan desain dari jam tangan tsb saya mengasumsikan bahwa ada orang yang mendesain jam tangan itu. Namun saya melihat ada desain dan ketepatan yang lebih agung dalam dunia sekitar kita. Cara kita menghitung waktu bukan berdasarkan pada jam tangan, namun berdasarkan karya agung Tuhan, perputaran bumi (dan kandungan radioaktif dari atom Cesium-133). Alam semesta menyatakan desain yang luar biasa, dan semua ini memperlihatkan adanya sang Desainer Agung.

Jikalau saya menemukan berita yang disandikan, saya akan mencari seorang pemecah sandi untuk memecahkan kode berita itu. Asumsi saya adalah bahwa pasti ada seorang pengirim berita, seseorang cerdas yang menciptakan kode itu. Bagaimana kompleksnya “kode” DNA dalam setiap sel tubuh kita? Bukankah kompleksitas dan tujuan dari DNA menyatakan adanya Penulis kode yang berakal budi?

Bukan saja Tuhan telah menciptakan dunia yang begitu kompleks dan teratur, Dia juga telah menanamkan rasa kekekalan dalam diri setiap insan (Pengkhotbah 3:11). Umat manusia memiliki naluri yang tajam bahwa hidup ini bukan hanya yang kelihatan saat ini saja; bahwa ada suatu keberadaan yang melampaui apa yang ada di bumi ini. Naluri kekekalan kita menyatakan diri dalam paling sedikit dua hal: hukum dan penyembahan.

Setiap peradaban dalam sejarah memiliki aturan-aturan hukum tertentu yang secara mengejutkan memiliki kesamaan dari budaya yang satu ke budaya lainnya. Contohnya kasih dihargai di mana-mana, sementara kebohongan dicela secara universal. Ini adalah moralitas umum, suatu pengertian global mengenai benar dan salah, yang menunjuk pada Dia, Pribadi yang Bermoral Tertinggi, yang memberikan perasaan benar dan salah seperti itu kepada kita.

Demikian pula orang-orang di seluruh dunia, tanpa memandang budaya, selalu memiliki sistim penyembahan. Obyek penyembahan itu sendiri mungkin berbeda, namun perasaan adanya “kuasa yang lebih tinggi” adalah merupakan bagian yang tak dapat disangkal dalam diri manusia. Kecenderungan kita untuk menyembah adalah sesuai dengan fakta bahwa Tuhan menciptakan kita “dalam gambarNya” (Kejadian 1:27).

Tuhan juga telah mengungkapkan diriNya kepada kita melalui FirmanNya, Alkitab. Dalam Alkitab, keberadaan Allah dipelakukan sebagai fakta yang sudah jelas (Kejadian 1:1; Keluaran 3:14). Ketika Benjamin Franklin menuliskan Autobiography-nya, dia tidak menghabiskan waktu untuk membuktikan bahwa dia ada. Demikian pula Tuhan tidak menghabiskan waktu untuk membuktikan keberadaanNya dalam kitab yang ditulisNya. pribadiAlkitab yang mampu mengubah hidup, integritasnya, dan mujizat penulisannya seharusnya cukup untuk membuat kita menaruh perhatian pada Alkitab.

Cara ketiga Tuhan menyatakan dirinya adalah melalui anakNya, Yesus Kristus (Yohanes 14:6-11). Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah… Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, (Yohanes 1:1, 14). Di dalam Yesus Kristus, berdiam secara jasmaniah seluruh kepenuhan keAllahan” (Kolose 2:9).

Dalam kehidupan Yesus yang luarbiasa, Dia memelihara seluruh hukum Perjanjian Lama dengan sempurna dan menggenapkan nubuat-nubuat mengenai Mesias (Matius 5:17). Dia melakukan begitu banyak karya yang menyatakan belas kasihannya, Dia mengerjakan mujizat-mujizat di depan umum yang mengesahkan berita yang disampaikannya dan membuktikan keillahianNya (Yohanes 21:24-25). Kemudian, tiga hari setelah penyalibanNya, Dia bangkit dari orang mati, sebuah fakta yang diteguhkan oleh ratusan saksi-saksi mata (1 Korintus 15:6). Catatan sejarah dipenuhi dengan “bukti” mengenai siapakah Yesus itu. Sebagaimana yang dikatakan oleh Rasul Paulus, “Perkara ini tidak terjadi di tempat yang terpencil” (Kisah 26:26).

Kita sadar bahwa selalu ada orang yang sulit percaya, orang-orang yang punya ide sendiri mengenai Tuhan dan menafsirkan bukti-bukti dengan semaunya. Dan akan ada pula sebagian orang yang bukti sebanyak apapun tidak akan dapat meyakinkan mereka (Mazmur 14:1). Pada akhirnya semuanya adalah iman (Ibrani 11:6).

Read More..
Telur Paskah 09.31

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Telur Paskah berasal dari tradisi kesuburan kaum Indo-Eropa dimana telur merupakan simbol musim semi. Di masa silam, di Persia, orang biasa saling menghadiahkan telur pada saat perayaan musim semi, yang bagi mereka juga menandakan dimulainya tahun yang baru.[rujukan?]


Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Perubahan tertunda ditampilkan di halaman iniBelum Diperiksa
Langsung ke: navigasi, cari
Cokelat telur Paskah

Telur Paskah berasal dari tradisi kesuburan kaum Indo-Eropa dimana telur merupakan simbol musim semi. Di masa silam, di Persia, orang biasa saling menghadiahkan telur pada saat perayaan musim semi, yang bagi mereka juga menandakan dimulainya tahun yang baru.[rujukan?]

Pada abad-abad pertama kekristenan, tradisi ini sulit dihapus karena hari Paskah memang kebetulan jatuh pada setiap awal musim semi. Perayaan musim semi selalu dirayakan dengan meriah mengiringi kegembiraan meninggalkan musim dingin. Tumbuh-tumbuhan dan bunga mulai tumbuh dan bermekaran, dan suasana keceriaan seperti ini menjadi saat yang tepat untuk membagi-bagikan hadiah.

Membagi-bagikan telur pada hari Paskah akhirnya diterima oleh gereja selain untuk merayakan datangnya musim semi, juga karena telur memberikan gambaran/simbol akan adanya kehidupan. Dalam Kristen, telur mendapatkan makna religius, yaitu sebagai simbol makam batu dimana Yesus keluar menyongsong hidup baru melalui kebangkitan-Nya. Selain itu ada alasan yang sangat praktis menjadikan telur sebagai tanda istimewa Paskah, yaitu karena dulu telur merupakan salah satu makanan pantang selama Masa Prapaskah. Umat Kristen sejak awal telah mewarnai telur-telur Paskah dengan warna-warna cerah, meminta berkat atasnya, menyantapnya, serta memberikannya kepada teman dan sahabat sebagai hadiah Paskah.

Tradisi telur Paskah berkembang di antara bangsa-bangsa Eropa Utara dan di Asia. Tetapi, di Eropa Selatan dan juga di Amerika Selatan, tradisi telur Paskah tidak pernah menjadi populer.
lengkapnya klik link dibawah
Klik di sini

Read More..
Paskah pada Gereja Mula-mula 10.09



Gereja mula-mula memperingati peristiwa kebangkitan Yesus dengan perjamuan sederhana dan berdoa. Kemudian dalam perjalanan misinya, Paulus terus mengingatkan jemaat gereja mula-mula akan pentingnya peristiwa kebangkitan Yesus dan perkataan Yesus pada waktu Perjamuan Malam Terakhir.

Sumber yang paling awal yang menulis tentang Paskah adalah Melito dari Sardis yang menulis homili berjudul "Peri Pascha" (Tentang Paskah). Orang-orang Kristen pada zaman tersebut menapak tilas jalan salib ("Via Dolorosa") yang dilalui oleh Tuhan Yesus. Kematiannya diperingati sebagai korban keselamatan dalam tradisi Yahudi (bahasa Ibrani: "Zerah Syelamin").

Orang Kristen Yahudi terus merayakan Paskah Yahudi, namun mereka tidak lagi mengorbankan domba Paskah karena Kristus dianggap sebagai korban Paskah yang sejati. Perayaan ini diawali dengan berpuasa hingga Jumat jam 3 sore (ada yang melanjutkan hingga pagi Paskah). Perbedaan timbul di seputar tanggal Paskah. Orang Kristen Yahudi dan jemaat provinsi Asia merayakannya pada hari yang bersamaan dengan Paskah Yahudi, yaitu sehari setelah tanggal 14 Nisan (bulan pertama) menurut kalender mereka - kematian Yesus pada 15 Nisan dan kebangkitan Yesus pada 17 Nisan - tanpa mempedulikan harinya; namun orang Kristen non-Yahudi yang tinggal di Kekaisaran Romawi dan juga gereja di Roma dan Aleksandria merayakannya pada hari pertama, yaitu hari Minggu - hari kebangkitan Yesus, tanpa mempedulikan tanggalnya. Metode yang kedua inilah yang akhirnya lebih banyak digunakan di gereja, dan penganut metode yang pertama perlahan-lahan mulai tergusur. Uskup Viktor dari Roma pada akhir abad ke-2 menyatakan perayaan menurut tanggal 14 Nisan adalah bidat dan mengucilkan semua pengikutnya. Beberapa metode penghitungan yang lain di antaranya oleh beberapa uskup di Galia yang menghitung Paskah berdasarkan tanggal tertentu sesuai kalender Romawi, yaitu 25 Maret memperingati kematian Yesus dan 27 Maret memperingati kematian Yesus karena sejak abad ke-3 tanggal 25 Maret dianggap sebagai tanggal penyaliban. Namun metode yang terakhir ini tidak digunakan lama. Banyak kalender di Abad Pertengahan yang mencatat tanggal perayaan ini (25 dan 27 Maret) untuk alasan historis, bukan liturgis. Kaum Montanis di Asia Minor merayakan Paskah pada hari Minggu pertama setelah 6 April. Berbagai variasi perhitungan tanggal Paskah tersebut terus berlangsung hingga abad ke-4.

Perselisihan seputar penghitungan hari Minggu Paskah yang tepat tersebut akhirnya dibahas secara resmi pada Konsili Nicea I pada tahun 325 yang memutuskan bahwa hari Paskah adalah hari Minggu, namun tidak mematok hari Minggu tertentu. Kelompok yang merayakan Paskah dengan perhitungan Yahudi dinamakan "Quartodeciman" (bahasa Latin untuk 14) (Nisan) dan dikucilkan dari gereja. Uskup Aleksandria kemudian ditugaskan untuk mencari cara menghitung tanggal Paskah, karena kota itu dianggap sebagai otoritas tertinggi untuk hal-hal yang berhubungan dengan astronomi, dan sang uskup diharapkan dapat memutuskan hasilnya untuk diikuti keuskupan-keuskupan yang lain. Namun hasil yang diperoleh tidak memuaskan, terutama untuk gereja-gereja Latin. Banyak gereja masih memakai cara mereka sendiri-sendiri, termasuk gereja di Roma. Akhirnya baru pada abad ke-7 gereja-gereja berhasil mencapai kesepakatan mengenai perhitungan tanggal Minggu Paskah.

Read More..